Allah Ta'alaa berfirman :
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا
نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ (طه: 132)
Artinya:
"Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat, dan bersabarlah melaksanakannya, Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberimu rezeki, dan kemenangan di akhir hanya bagi orang bertaqwa." (QS Thaha: 132)
"Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat, dan bersabarlah melaksanakannya, Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberimu rezeki, dan kemenangan di akhir hanya bagi orang bertaqwa." (QS Thaha: 132)
Jadi, Allah tidak menagih rezeki dari kita. Justru Dialah yang
memberi rezeki. Untuk apa kita menumpuk atau memperbanyak harta. Bila datang
waktu shalat atau beribadah, kita wajib segera beribadah. Tinggalkan pekerjaan
mencari rezeki, dan jangan khawatir, ibadah tidak akan mengurangi rezeki.
Kita diperintahkan bekerja mencari rezeki adalah agar kita dapat
memenuhi kebutuhan makan, minum, pakaian dan tempat tinggal yang halal. Agar
kita terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat. Kalau gara-gara mencari rezeki
kita tidak jadi beribadah atau justru berbuat dosa, maka kita telah salah
jalan.
Bila sekedar untuk makan, pakaian dan tempat tinggal sudah cukup,
masihkah kita harus mencari tambahan harta dan memperbanyaknya..? Atau bolehkah
kita terus menjadi kaya raya..?
Mestinya tidak boleh lagi. Karena kebutuhan kita sudah selesai.
Sementara tugas utama kita beribadah kepada Allah tidak pernah usai. Cukup atau
tidak cukup rezeki kita, ibadah tetap wajib tak ada dispensasi.
Namun, kita masih boleh dan bahkan sangat baik untuk terus
menambah harta kekayaan kita. Tapi bukan untuk kita secara langsung, melainkan
untuk menambah kualitas dan kuantitas ibadah kita.
Silakan kita tambah terus harta kita yang halal agar kita bisa
berzakat, pergi haji dan umrah, menghajikan dan mengumrahkan orang yang tidak
mampu, menanggung biaya pendidikan sebanyak-banyaknya anak-anak miskin,
membangun masjid, mendirikan sekolah dan pusat-pusat dakwah, membangun rumah
yang layak bagi keluarga faqir, membiayai pengobatan orang-orang miskin,
menyediakan air bersih, menggaji para imam masjid dan da'i, membekali para
pejuang di jalan Allah serta berbagai amal shaleh lainnya. Itu semua menjadi
"harta" abadi kita, berkah di dunia dan berlipat ganda di akhirat
kelak.
Dengan sekian banyaknya medan amal shaleh, justru setiap muslim
"harus" kaya raya. Hartanya berguna untuk membiayai semua agenda
tersebut. Wajarlah kalau Rasulullah saw menyatakan bahwa, "Sebaik-baik harta yang baik adalah di tangan orang yang
shaleh..." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Albany).
Akan tetapi, alangkah rugi dan kecewanya, bila seseorang bekerja
habis-habisan, mengerahkan seluruh tenaga, pikiran dan waktunya, sampai punya
kekayaan melimpah ruah. Namun hanya untuk makan dan minum, kendaraan
bergonta-ganti, rumah mewah untuk tidur, uang dan emas menumpuk di berbagai
rekening dan bank. Alangkah sedikitnya harta yang dia "nikmati".
Berapalah yang habis untuk makan dan pakaian, berapalah yang terpakai untuk
tidur dan istirahat. Selebihnya akan segera berpindah tangan saat dijemput
kematian. Lalu di akhirat NOL besar tidak punya aset sama sekali. Bahkan makan
minum dan pakaian itupun akan ditagih pertanggungjawabannya di hadapan Allah
SWT.
Rasulullah bersabda :
يقُولُ العَبْدُ: مَالي، مَالي، وإنَّما لَه من مَالِهِ ثَلاثٌ: ما
أكَلَ فأفْنَى، أو لَبِسَ فأبْلَى، أو أعْطَى فأقْنَى، وما سوى ذلك، فَهُوَ
ذَاهِبٌ وتاركُهُ لِلنَّاسِ.
Artinya:
"Seorang hamba berkata hartaku hartaku... Sesungguhnya hartanya yang menjadi miliknya hanyalah yang dia makan lalu habis, dan yang dia pakai lalu lusuh, dan yang dia infaqkan lalu berlalu. Sedangkan sisanya akan pergi dan dia tinggalkan untuk orang lain..." (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
"Seorang hamba berkata hartaku hartaku... Sesungguhnya hartanya yang menjadi miliknya hanyalah yang dia makan lalu habis, dan yang dia pakai lalu lusuh, dan yang dia infaqkan lalu berlalu. Sedangkan sisanya akan pergi dan dia tinggalkan untuk orang lain..." (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Mari menjadi orang kaya agar banyak beribadah...
By : Irsyad Syafar, LC. M,
Ed
Carilah harta untuk kehidupan dunia dan akhirat
BalasHapus